Parfimm I dan II

by - January 31, 2010

Bukan bermaksud mencari mana yang lebih bagus. Cuma gatal ingin menelaah. Maaf kalau ada yang tersinggung.

Parfimm I diselenggarakan tanpa dukungan penuh (baca : dana) dari kampus. Saya yang waktu itu menjadi anggota tim kreatif diberi PR bagaimana menghidupkan acara tersebut. Berbekal pengalaman menjadi panitia “MMTC goes to city” kami menyusun acara Parfimm I.

Rencana awal, kami belum mendapat kabar bahwa pihak kampus hanya memberikan dana sekian alias minim. Jadilah kita bertiga, tim kreatif yaitu saya, Pradit dan Tuti merencanakan acara yang menyerupai OSCAR atau Grammy versi lokal tentunya. Ada red karpet, tanda tangan, foto tim perkomunitas dengan backdrop FFM, musik dan mengundang anak teater dari UIN. Teater menurut kami waktu itu adalah hal yang dekat dengan film. Dan teater UIN yang pernah kami undang pada “MMTC goes to city” menunjukkan kesan yang mendalam hingga saat ini. Kami ingin bekerja sama dengan mereka lagi tapi kali ini membuat seperti epic movie film-film yang didaftarkan acara ini. Baru kami mengusulkannya, kami sudah dapat kritikan yang intinya “apa penonton bakal menangkap maksud dari epic movie tsb karena baru menyaksikan film sekali yaitu pada saat screening?”.

Apalah mau dikata, kelihatannya memang yang kami rencanakan tidak berjalan lancar. Kabar tentang dana pun datang. Tidak ada sesi foto karena tidak ada dana untu memesan backdrop bertuliskan FFM. Tidak ada teater. Tidak ada papan tanda tangan. Kita punya karpet merah tetapi lucu kalau konsep ini saja yang terealisasi, red karpet pun kami coret.

Konsep acara mesti diubah menyesuaikan dana. Kami tetap mengundang Sukastik untuk menghibur. Rasanya waktu itu kreativitas kami diuji. Kami anak bau kencur, ini masalah yang berat waktu itu. Diskusi dan diskusi. Kami berencana memanggil Gundhi Aditya (anggota kondo alit2) untuk menjadi pembawa acara. Thanks berat, Gun. Sekalian promosi “Gundhi adalah pembawa acara terlucu dan terbaik yang pernah saya temui”. Dan menduetkannya dengan Mumu “Muklis Sandhi” adalah hal yang tepat.
Malam sebelum acara (H-1) kami menelepon Gundhi dan malam itu juga ia datang. Gedung C adalah saksi pertemuan kita berlima. Kami mengobrolkan acara besuk bakal seperti apa. Banyak banyolan yang kita rencanakan. Seperti parodi Aisyah dan Fahri. Gundhi menjadi Aisyah dan Mumu menjadi Fahri. Aku nggak akan pernah lupa bagaimana penonton tertawa. Konsep epic movie terwakili oleh kedua pembawa acara kami.
Lelucon yang nggak pernah aku lupakan dan kadang kami masih tertawa membahasnya. Ditengah perbincangan Mumu dan Gundhi diatas panggung Auditorium MMTC, tiba-tiba Gundhi menarik Mumu “mending kalau bicara jangan disini” Mumu bingung “Lho kenapa?!!” Gundhi menunjuk atas kea rah burung garuda “Ndak di teleki (ntar kena kotoran)”. Sebagian orang menganggap hal tersebut menistakan garuda lambang bangsa. Tetapi tak ada yang keberatan karena toh semua tertawa. Aku yakin malam itu semua sakit perut kerena ketawa.
Begitulah Parfimm I yang sederhana.

Terselenggarakannya Parfimm II adalah berita gembira bagi saya (dan mgkn teman-teman panitia Parfimm I) karena susahnya birokrasi kampus. Tetapi sangat disayangkan karena dalam kaca mata saya yang cuma duduk di bangku penonton (baca bukan panitia lagi) acara ini kurang hidup. Padahal dalam segi pendanaan, acara kali ini bisa dikatakan lebih kaya. Satu pelajaran bagi saya “uang bukan segalanya”
Parfimm II terasa hambar di hati saya. Padahal kali ini bukan hanya lingkup mahasiswa MMTC tetapi lingkup pulau jawa. 71 film yang masuk disaring menjadi 20 besar. Banyak komunitas yang datang pada acara awarding. Tetapi sayang, konsep acara sangat konvensional. Ingin mengusung tema budaya tradisional dengan tarian dan setting panggung yang sedemikian rupa. Saya tidak melihat usaha untuk membuat acara menjadi istimewa. Kurang matang dan belum siap. Bahkan Salman Aristo dibiarkan hanya duduk di bangku penonton. Pembawa acara gagal membuat hidup acara. Padahal konsep yang dulu kami inginkan semuanya ada. Papan tanda tangan, pengisi acara, dan kemegahan lainnya yang tidak bisa kita dapatkan di Parfimm I.

Saya tidak mengharapkan Parfimm II hanya mengandalkan pembawa acara tetapi saya mengharapkan inovasi baru dari suatu konsep acara. Maaf kalau saya sebagai penonton terlalu bawel atau apalah namanya.

You May Also Like

2 comments

saran, kritik dan masukan sangat dibutuhkan.