Bersama Pak Yopi Kurniawan, SPT.
Berawal dari pertanyaan pak Yopi tentang Tugas Akhir saya. Beralih ke Tugas Akhirnya Kirun yang ternyata juga sibuk membantu Yudi. Yudi sedang mengajukan proposal Tugas Akhir bulan ini. Ia mengambil penyutradaraan documenter. Nah dari sini mulailah ngobrol masalah Dokumenter. Seperti workshop pendek rasanya, selalu Pak Yopi membagi ilmu dengan Cuma-Cuma.
Pengalaman Pak Yopi mendampingi pembuatan documenter. Ide berhubungan dengan issu flu burung. Ada satu desa yang sampai hampir mengusir mantan ketua RTnya karena ia peternak unggas. Pengusiran inilah yang dianggakat. Beliau juga mengatakan kalau documenter yang terpenting adalah risetnya. Harus jeli melihat masalah sehingga menjadi paket program yang menarik. Sebenarnya riset pembuatan documenter sangat bombastis. Berhasil mengungkap kalau sebenarnya bukan issu flu burung yang menjadi alasan sebenarnya. Bahwa ada kasus korupsi yang melatarbelakangi kasus tersebut.
Tetapi karena kasus korupsi terlalu resiko untuk tim kecil ini ( bukan hana karena jumlahnya sdikit tetapi juga pembuatnya baru kelas dua SMP). Maka issu flu burung saja yang diangkat. Gila nggak sih riset yang dilakukan anak ingusan tsb? Itulah documenter, harus bisa mengungkap kebenaran suatu masalah secara real.
Pak Yopi juga bercerita ia membantu pembuatan documenter yang memenangkan festival. Mengangkat tentang jogja binalle. Dokumenter juga tentang luck, katanya. Statement-statement yang diperolehnya documenter tersebut bisa di bilang lucky. Secara kebetulan orang yang di tanya pendapatnya adalah seorang Antropolog. Saking Luckynya, seorang penjaga bus way mengeluarkan komentar yang sangat filsuf versi orang cilik. Hingga ada yang nyeletuk, pasti itu di direct (diarahkan) padahal tidak sama sekali.
Belum tau documenter apa yang akan dibuat Yudi tapi semoga tidak biasa. Yang jelas dia mengangkat paskibraka tapi dari view mana, kliatannya ia masih mencari. Caiyooo Yud!!!
Membuat teman-teman iri tidak terasa sudah menjadi hobbi saya. Hahahaa (jujur saya menikmatinya)
Saya heran dengan banyak temen cewek di kelas saya selama kuliah. Serba nggak boleh dan banyak larangan. Mungkin dikiranya saya membual ketika bercerita saya dan ayah bisa minum bir bersama. Kebanyakan anak cewek dilarang berdekatan dengan minuman macam ini. Akibatnya banyak yang minum di depan saya tetapi dibelakang ayah mereka. Atau minimal mereka bilang kalau pingin banget nyoba tapi takut. Saya sih cuma bilang kalau mau coba aja tapi kalau takut mending nggak usah. Kasian saya pada rasa penasaran mereka.
Bagi saya bir itu mengenyangkan. Selama ini saya tidak pernah menghabiskan satu kaleng bir. Selalu saya nikmati bersama ayah dan atau keluarga atau bersama teman-teman (kuliah). Keroyokan.
Pernah suatu kali teman kuliah saya membawa wyne ke kampus. Saya menjadi satu-satunya teman cewek yang ditawari mencoba. Beberapa teguk wyne sudah membuat saya jatuh cinta. Rasanya jauh lebih enak daripada bir. Toh tidak membuat saya rakus. Saya tahu kemampuan saya mengonsumsi minuman semacam ini. Saya berhenti sebelum minuman ini bereaksi pada tubuh saya. Saya tidak pernah bertemu wyne lagi setelah kejadian itu dan saya tidak mencarinya. Saya ceritakan pengalaman ini pada ayah. Tetapi ayah malah lebih tertarik dengan Vodka di mix (Mix and Max maksudnya Ayah). Ia menyuruh saya membelikannya kapan-kapan. Tetapi sampai sekarang belum saya belikan.
Teman-teman akhirnya percaya bahwa saya tidak membual. Saat produksi film di rumah saya, ayah semeja dengan teman-teman saya menikmati ciu dari Solo. Bahkan ibu ikut juga penasaran dan mencicipi, tetapi ciu tidak akan cocok dengan penikmat Fanta seperti ibu. Adek saya cukup mencium baunya sudah menjauh. Dan saya setelah mencobanya, memutuskan bahwa ciu tidak enak.
Satu lagi, masalah dunia gemerlap. Saya belum pernah dugem. Pernah dulu waktu saya baru saja memiliki KTP, saya mengajak ayah dugem. Masuk neraka kok bayar, katanya. Malah menyuruh saya dugem sama temen aja. Akhirnya saya tidak pernah dugem karena tidak ada sahabat saya di SMA yang bisa diajak dugem. Suatu kali kami bekerja sama dengan seorang desainer untuk tugas simulasi televisi. Kebetulan untuk melihat rancangan busananya, ia mengadakan fashion show di CAESAR. Kami berencana untuk datang.
Siangnya saya sempat bertemu orang tua saya dan pamit untuk dugem ntar malem. Dengan nada pamer saya bilang" Aku mau dugem lho!". Si polos ibu saya bertanya" Dugem itu apa?" Saya jawab aja. Lampu yang muter-muter lalu saya mengangkat telunjuk saya terus geleng-geleng. Ibu saya paham tapi tidak ada tanda pelarangan. Yess! Saya dugem dengan restu. Berbanding terbalik dengan kedua teman saya. Yang satu sampai di telepon waktu kami di kampus. Masih terjadi tawar-menawar. "nanda jadi ikut kok. Cuma kaya café-café gitu, kita nggak minum paling fanta atau pepsi." Hasilnya nihil. Nggak dapet ijin. Yang satu bilang mau liputan buat tugas sama ibunya. Ngakunya besuk pagi aja, katanya. Cerdasss!!!
Kita berlima, tiga cowok dan dua cewek. Sampai pukul 22.00 padahal fashion show baru mulai pukul 00.00. Bengong deh kita disana sambil liatin kelakuan anak dugem. Belum banyak yang datang, untung ada band performent. Pas tengah malem ternyata mereka semakin mengila. Ada yang joget heboh sendirian sambil megang tumpukan speaker. Waktu saya pingin pipis di kamar mandi banyak yang muntah. Walaupun suara doing, nggak liat orangnya. Yang lucu lagi ada dua cewek di wastafel. Yang satu muntah yang satu sibuk benerin rambut. Mereka terlibat saling pamer. "Gila!! Loe nggak liat gw habis teqilla berapa sloki!". Cewek satunya jawab" Gw juga tapi segitu sih nggak bisa biking gw muntah!" Ada lagi, cewek teler sampai dibopong dua cowok ke kamar mandi. Saya dan teman saya saling pandang. Intinya ini dunia bukan kita banget.
Cerita terakhir. Adalah ketika saya ketahuan merokok. Belum lama ini, ibu saya memergoki ada sebungkus rokok di kamar saya. "kamu ngerokok ya mbak?". Rokok di kamar saya itu milik teman yang saya curi waktu saya mangkel, anyel plus dongkol. Inginnya dia terus kelabakan nggak bisa ngerokok. Eh malah dia beli rokok lagi. Akhirnya saya enggan mengembalikan dan saya bawa pulang ke kost." Enggak!" jawab saya bohong. Tetapi entah karena saya anaknya atau memang saya tidak pandai berbohong, "halaaah ngaku aja. Kamu ngerokok kan mbak?". Iseng saya memang menghisap beberapa batang. Saya mengaku "memang kenapa kalau ngerokok? Bapak juga ngerokok." Diluar dugaan ibu saya cuma bilang gini "ntar bibirnya item lho mbak kaya bapak!". Hahahaa
Sebelumnya itu, ibu saya melihat ada beberapa teman cewek yang merokok waktu produksi di rumah saya. Beberapa pertanyaan sempat diajukan kepada saya. Yang ngerokok itu namanya siapa? Blabla… diakhiri dengan "kamu nggak ngerokok?". Saya merasa bukan perokok jadi saya jawab enggak. Dulu teman ibu juga banyak yang merokok tapi ibu nggak pengaruh, katanya. Tetapi dari semua kejadian tentang perokokan ini saya menyimpulkan. Kalau anak merokok, ibunya harus tahu. Hehehee
Sayangnya nggak semua ibu kaya ibu saya, ayah seperti ayah saya dan anak tidak seperti saya. Enak kali ya kalau anak bisa memilih jalan mana yang dipilih tanpa ada larangan. Saya pernah minum bir, vodka dan wyne tetapi tidak lantas membuat saya menjadi seorang pemabuk. Saya memilih untuk tidak menjadi pemabuk tanpa rasa penasaran. Saya tahu dugem itu dunia seperti apa jadi saya milih untuk tidak menjadi anak dugem. Saya bukan perokok walaupun saya tahu rasa rokok. Pilihan ini dengan sadar sekali saya pilih.
Sial, film ini menghina logika saya. Babak pertama film ini seperti mengatakan kalau mau nikah tinggal nikah. Seperti Ira dan Abby yang memutuskan menikah di hari pertama mereka bertemu. Tapi bukan itu yang ingin disampaikan film ini. Babak kedua, Ira dan Abby memiliki masalah. Semua masalah disebabkan karena Ira calon analis yang menggunakan teorinya untuk membina rumah tangganya. Sedangkan Abby biasa hidup tanpa teori, semua berjalan natural. Mereka pergi ke seorang analis. Mengagetkan karena para analisnya menyimpulkan “tidak ada teori untuk membina rumah tangga”. Pun ketika Ira takut akan perselingkulan, ayahnya yang juga seorang analis dan istrinya berselingkuh berkata “Tidak ada cara mencegahnya. Kita hanya menunggunya (istrinya) menyelesaikan lalu pulang.”
Kenapa kita menikah kalau tidak ada pernikahan yang bahagia? Demikian kesimpulan Ira setelah menikah dua kali dengan Abby. Namun film ini ingin mengatakan, pernikahan bukan hanya tentang kebahagian, tapi juga penderitaan. Kalau ingin menikah harus berani menanggung dua resiko tersebut. Yang terpenting adalah berusaha tetap bersama.
Menurut saya film yang bagus adalah film yang mengusik pemikiran kita. Dan film ini sangat mengganggu saya…
Terkadang menghadapi dunia yang serba salah, saya menjadi goyah dan putus asa.
Kata-kata ini yang membuat saya berfikir,
Tak apa semua serba salah asal kita tidak seperti mereka.
Inilah yang menguatkan saya…
Orang acap tak bernalar.
Biar begitu, maafkanlah mereka
Bila engkau baik,
orang akan menuduhmu menyembunyikan motif.
Biar begitu, tetaplah bersikap terpuji.
Bila engkau meraih keberhasilan ,
engkau bakal mendapatkan teman palsu dan musuh sejati
Biar begitu, tetaplah focus pada keberhasilan
Bila engkau jujur, orang akan menipumu
Kebaikan yang kau lakukan hari ini ,
dilupakan orang keesokan hari
Biar begitu, tetaplah menjadi manusia bijak.
-Bunda Teresa-
Fyuh susah juga ya jadi SPT? Sarjana sain Penyiaran Terapan! Sarjana muda. Saya nggak merasakan sendiri sih! Belum pantas mungkin gelar SPT di belakang nama saya. Melihat kalian sajalah dulu.
Saya bisa melihat susahnya cari kerja. Sampai pada rela daftar di perusahaan yang notabene bukan broadcast abis. Saking putus asanya. Komentar seorang teman melihat fenomena ini. Kerjaan juga jodoh. Yang penting kerja aja dulu. Cari yang cocok nanti. Gapapa sambil cari kerjakan apa yang ada di depan mata walaupun jauh dari apa yang kita pelajari dari kemarin. Sarannya boleh dicoba. Selamat berburu…
Ketika yang bertemu SPT yang sudah dapet kerja, bukannya berbagi pengalaman malah melontarkan pertanyaan yang sama dengan SPT yang belum dapet kerja. Tau info lowongan nggak? Aduh, mana getehe'. Sebenarnya ada apa sih? Iseng-iseng mengusut, banyak alasan di belakang tingkah teman-teman saya ini. Yang paling aneh, teman saya yang bekerja di salah satu PH Jogja. Dari teman kantornya, teman saya mendapat nasehat. Jangan sampai kamu ketauan punya keahlian lain (bisa mengerjakan selain profesimu di kantor) atau yang akan terjadi kamu akan dijadikan sapi perah. Dia juga bilang kalau kerjaannya sangat tidak efisien. Menghitung pengeluaran bisa tiga sampai empat kali sehari (seingetnya bos). Ada lagi, gaji dia habis di potong oleh bosnya tanpa sebab yang jelas. Rumit! Untuk mempermudah teman saya cari kerja lagi. Kalau sudah dapat langsung resign. Hahahaaa jadi inget nasib yang belum dapat kerja!
Pusing liat kalian semua! Yang belum dapat kerja mukanya burem. Yang udah dapet ada aja yang bikin gak cocok meskipun bidangnya udah broadcast. Yang bukan broadcast juga, dari awalkan tahu kalau yang dilamar bukan bidang kita tapi bukan alasan tetep ngeluh ya. Come On!
Segitu doank mental kalian? Kalo kata Novan Minggo (haloo Anto'…hehe) jadi orang jangan suka ngeluh. Seberat apapun itu! (Bagian ini kata-kata saya bukan novan) Tunjukin keahlianmu bahkan nggak cuma didepan bos mu. Kalau perlu depan para karyawan lain, client atau orang yang kebetulan aja mampir ke kantor. Nasehat dari teman kantor itu salah besar. Jangan bilang nggak bisa, kalau emang bener-bener nggak bisa minta diajarin dulu. Ayoooo dong semangaaaaat!!! Dunia kerja sebenarnya memang berat! Inget kalian SPT yang memang dirancang untuk menghadapi ini. Jangan cengeng. Udah dapat kerja mbok ya disyukuri. Liat yang pada belum dapat kerja pada ngeces. Skali lagi smangaaaat!!!!
Salam Penuh Cinta kawan!
nanda
Belum selesai shooting drama televisi "malaikat". Rasanya kok saya salah berdoa. Saya kira hujan adalah hambatan utama ternyata saya salah. Hari pertama diribetkan dengan kamera z1 yang chargernya rusak, seringnya lowbat membuat kami harus sering break. Baru dapat diselesaikan dengan mengambil kamera PD170 untuk nge-charge. Fyuh! Garing dan mas Adi harus mengambilnya di jogja padahal lokasi di wates. Oke masalah ini saja sudah membuat schedule kacau. Yang seharusnya shooting pukul 15.00 sudah selesai dan pindah ke lokasi shooting lain molor hingga pukul 19.00. Wait, lokasi pertama (sekolah) belum selesai tetapi kami memutuskan untuk take di lokasi kedua (rumah sakit). Padahal belum ada keputusan apakah sekolah boleh kami gunakan sampai malam atau tidak. Saya menelepon pihak sekolah tidak diangkat ditambah lagi kami sudah tidak ada koordinasi dari pihak intern sekolah. Penjaga sekolah tidak tahu menahu tentang hari itu. Jadi kami shooting tidak ada yang mengawasi. Enaknya dari lokasi seperti ini adalah kami bebas melakukan apa saja. Tidak enaknya adalah ketika kami harus meminta ijin balik lagi untuk melakukan shooting besuknya, kami bingung harus bicara dengan siapa.
Saya yang bertugas meminta ijin lokasi. Setelah semua kru pindah ke rumah sakit, rencananya saya berjaga disitu dan bagaimana caranya mengusahakan agar bisa melunasi utang scene. Tetapi kok horor ya…perasaan saya nggak enak. Saya menghampiri penjaga sekolah. Saya bilang kalau saya menghubungi pihak sekolah dan sudah bilang kalau besuk atau nanti tengah malam kami akan melakukan pengambilan gambar lagi. Dari awal memang bapak penjaga sekolah tidak welcome tetapi setelah saya memberi amplop dan sebungkus rokok, beliau jadi proaktif. Baiknya bukan mainan (money talk). Saya jadi nggak perlu berjaga disitu karena nanti kalau kami datang dia akan membukakan pintu gerbang selebar-lebarnya.
Setelah dari tempat itu saya ke tempat pak Agus Burhan diantar Ayah (yang tahu rumahnya) untuk ijin shooting lagi di sekolah. Sampai rumahnya, beliau tidak ada. Anaknya yang membukakan pintu, bapak di balai desa katanya. Saya hampir putus asa hingga melewati depan balai desa. Tidak ada salahnya mencoba piker saya. Saya berhenti dan melihat Pak Agus Burhan sedang memimpin rapat. Saya pun menunggu, beberapa menit ada penjaga yang menanyakan keperluan saya. Lalu ia memanggilkan Pak Agus Burhan. Pak AAgus Burhan adalah figure guru berwawasan luas menurut saya, ia tidak suka mempersulit orang lain. Tidak seperti kebanyakan orang seumurannya yang suka menjebak saya ke dalam birokrasi ribet.
Saya kemudian ke rumah sakit, menemui Pak Produser. Dilema, melanjutkan malam ini atau besuk untuk lokasi sekolah. Akhirnya kami memilih untuk melanjutkan shooting malam ini saja dengan pertimbangan kondisi sekolah besuk sangatlah tidak pasti. Walaupun Dimas (Lightingman) sempat protes karena lampu tidak akan mampu maksimal (bengi ora, awan ora). Reza sang astrada berjanji pukul 22.00 sudah bungkus untuk lokasi di rumah sakit lalu bisa pindah ke sekolah. Tetapi sampai pada jam yang telah dijanjikan masih ada tiga shot. Saya dan SiPut (Unit Manager) akhirnya ke sekolah duluan. Dan benar, pintu gerbang dibukakan. Kami menunggu di laboratorium sekolah, hanya berdua. Horor!! Saya sudah melarang SiPut tidur tetapi karena lelah ia tidur juga. Saya tidak tega membangunkannya, tetapi setelah suara-suara aneh dengan teraksa saya bangunkan dia. Bayangkan dua cewek di lab kimia pukul 23.00 WIB. Kru baru datang tengah malam. Dengan tenaga yang tersisa namun tetap semangat mereka menyelesaikan shooting. Dan kami baru bungkus pukul 02.00 dini hari.
Hari kedua ada saja trouble yang kami dapatkan. Baru beberapa shot, genset mati. Sebenarnya genset menurut kami sumber yang paling aman. Tetapi yang namanya alat buatan manusia tidak dapat diprediksi. Putro Nugroho sampai datang dari jogja untuk memperbaiki genset. Hasilnya nihil, karboratornya yang kena katanya. Fiyuh! Paling malas memang kalau memikirkan sumber dalam shooting. Tidak semua bisa. Putro ahlinya pun sudah menyerah. Kami sewa lagi genset "odong-odong" yang tentu saja akan membuat kerja Indra (audioman) lebih berat. Shooting dimulai lagi pukul 21.00 dan selesai pukul 02.00 dini hari (lagi). Perjanjian awal shooting di rumah mbah Yasir cuma sampai pukul 19.00 lalu pindah ke rumah mbak Yanti yang ada disebelahnya. Atas kebaikan Mbah Yasir kami diperbolehkan shooting sampai kami selesai. Baru pukul 22.00 kami pindah. Matur Nuwun nggih mbah!
Hari ketiga Alhamdulillah lancar. Walaupun ada scene yang harus diomited. Tentu saja jangan sampai mempengarui cerita. Lagi-lagi pukul 02.00 kami selesai. Scene 28 kami pending dan kami lakukan di jogja saja. Fyuh!!! Teman-teman "Heart and Soul" dan "Serikat Video" tengkyu yah. Atas perjuangannya yang tidak pernah lelah. Dan suasana shooting yang menyenangkan. Segala macam trouble jadi tidak terasa. Hahaha…
Ini debut pertama saya sebagai penulis naskah. Ide dan inspirasi berasal dari lingkungan ditambah campur tangan beberapa orang dengan memberikan masukan. Riva Rais a.k.a Sutradara dan Yopi Kurniawan, SPT a.k.a Produser. Film ini saya dedikasikan kepada para kakek dan nenek di seluruh Indonesia. Dari mereka lah inspirasi datang kepada saya. Merekalah orang yang tulus menyayangi kita tetapi kadang mereka seperti kurang kasih sayang. Dalam menghadapi masa tuanya, terlalu banyak dilanda rasa sepi. Hingga kadang meminta perhatian kita. Bukan bermaksud mengganggu walaupun kadang memang demikian yang kita rasakan. Apa salahnya kita ada untuk mereka karena mereka pernah selalu ada untuk kita?
Film ini saya buat sebagai karya tugas akhir. Resminya disebut Drama Televisi bukan Film karena ilmu yang saya pelajari adalah broadcasting. Tentang televise dan radio sedangkan film berdiri sendiri dan terlepas dari yang namanya Televisi. Perbedaannya sangat absurd, saya masih bingung menjelaskannya. Dan saya beserta teman-teman tidak pernah lagi membahas perbedaannya. Hanya bisa dirasakan. Yang jelas subtansi dari film itu lebih berat daripada drama televisi. Yang membuat film itu tidak jauh dari drama televisi adalah industri sendiri yang asal-asalan membuat film.
Sekarang masih ada pada tahap editing. Itu pun masih offline. Judulnya malaikat. Saya harap suatu saat bisa dinikmati dan diapresiasi bersama-sama. Terima kasih.
Salam penuh cinta,
Nanda Pangesti
Lagi-lagi teman saya…
Untuk bercinta modal cinta saja tidak cukup. Kali ini teman saya harus pergi karena harus mengejar mimpinya (yg akan berimbas pd cintanya). Jadi begini, abang (panggilan kami untuknya) berencana menikah akhir tahun ini. Dia lahir di tahun 1984, berarti tahun ini berumur 26 tahun. Umur sekian sudah bisa dianggap siap menikah. Abang juga sudah punya kekasih yang sudah lulus bahkan bekerja, dan hubungan mereka lebih lama dari saya mengenal teman saya ini (4 tahun lebih – saya tidak tahu tepatnya).
Untuk menikah, cinta saja tidak cukup. Kira-kira itu yang dipikirkan orang tua kekasih abang. Ada syarat yang diajukan calon mertua agar bisa menikahi anak perempuannya. Untuk itulah abang pergi, mencari apa yang mereka inginkan. Tak apa saya kehilangan teman satu kota karena dia berjuang di kota lain. Yang saya sayangkan adalah dia tidak berpamitan pada saya. Tapi dia sempat menghabiskan waktu bersama beberapa teman sebelum berpisah. Dia tidak memilih saya untuk ikut serta. Mungkin dia mengira saya tidak perduli.
Saya ingat terakhir kali bertemu dengan abang. Ialah saat perjalan ke wates mengambil kaset mini DV. Kami satu mobil, berempat. Ada yudhi dan Qirun juga. Memutar lagu2 Sheila on 7lewat mp4 yang disambungkan ke speaker mobil, saya dan dia menyanyi bersama. Hanya kami berdua yang hafal syair lagu2 ciptaan Eros. Dan kami adalah sheilasonic. Puas sekali menyanyi bak artis kamar mandi. Lalu puisi Soe Hok Gie yang Cahaya Bulan. Sesekali kami berdua hafal syairnya. Hari itu kami sangat kompak. Hal yang jarang sekali terjadi.
Akhirnya semua akan tiba pada hari yag biasa
Pada suatu ketika yang sudah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu?
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku
Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
Lembah mandala wangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu?
Ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra
Lebih dekat…
Apakah kau masih akan berkata?
Ku dengar derap jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta…
Itu terakhir bertemu dia, tanpa pamit dia pindah ke Jakarta. Demi cintanya. Terakhir dia menepon saya memakai hp Qirun. Hanya menanyakan saya dimana. Dia mengira saya di wates padahal saya di jogja. Lalu cepat2 menutup telepon setelah tahu. Dan sehari sebelum berangkat, sempat chating melalui fb. Mengomentari gunung purba yang baru saja saya daki. Dia juga marah karena tidak mengajaknya. Padahal saya kira dia tidak akan perduli, saya jadi menyesal tidak menawarinya. Walaupun saya resmi bukan panitianya. Saya juga belum "ngeh" ketika membaca statusnya di hari keberangkatannya. "Adios Amigos". Saya cuma bilang pada teman kost saya(Neeta) kalau artinya sampai jumpa.
Saya baru tahu ketika Qirun yang mengantarnya ke stasiun menelepon untuk persoalan yang lain. Tidak dapat saya menuliskan perasaan saya waktu itu. Kehilangan pasti. Saya lalu comment pada statusnya. Luph you bradeeer. Ganbate!! Kalau dia baca mungin dia akan terharu. Mengingat dia merasa saya tidak perduli dan baru pertama kali saya bicara kalau saya perduli padanya seperti comment saya itu. Dia bisa terharu, mungkin juga tidak.
Ini tentang teman saya yang 4 tahun lebih saya kenal. Anggota kelas kami hanya berjumlah 20 orang. Empat tahun cukup untuk membuat kami mengenal satu sama lain dan beberapa dari kami dapat sampai pada tahap saling memahami. Orang-orang yang sampai pada tahap ini memiliki kebiasaan yaitu meluangkan waktu bersama. Tidak heran kami menjadi lebih sering memahami (tapi juga perlu diingat bukan berarti kami seiya sekata seperti anggapan teman yang tidak bisa sampai pada tahap memahami). Sekarang kebersamaan kami pun telah pudar. Tidak ada lagi brain stroming program, diskusi, gojek kere, tukar cerita dan saling menghina. Hal langka yang seandainya ada terjadi lagi pasti karena keajaiban. Karena inilah saya mengenal teman saya…
Saya tidak akan menyebutkan namanya tetapi saya dan beberapa teman saya memanggilnya "Yank". Bukan dari kata sayang yang sering digunakan ABG untuk memanggil pacarnya. Sebutan ini memiliki histori sendiri. Waktu itu semester lima (saya ingat karena waktu itu proyek kami music show, tugas live studio pertama kami). Saya dan yank tidak satu kelompok. Kelas kami dibagi dua kelompok. Jadi saya tidak mengikuti kisah percintaanya dengan pacarnya yang telah kandas. Dia meminta mantannya untuk kembali melalui sms dan sms tsb juga di kirim ke beberapa teman (saya baca walaupun tidak ikut di kirim sms). Dari situ saya tahu kalau dia cowok melankolis. Singkat cerita dia ditolak karena mantannya tidak mau disakitinya lagi. Setelah itu, kami (alias beberapa cewek yang sampai pada tahap memahami) mendapatkan limpahan kasih sayang dari dia. Dari situ kami menambahkan "penyayang" di belakang namanya. Di singkat "yank".
Tidak seringnya saya bertemu dia saat ini karena sama-sama tugas akhir membuat saya rindu sekali padanya. Susah untuk melupakan teman yang kadang membuat saya merasa sangat disayang dengan kata-kata dan perbuatannya. Dan apabila saya lupa, ada saja yang mengingatkan saya aka dirinya. Yaitu Naff. Ada lagu naff yang "dia banget". Saat mendengarkan lagu ini saya selalu teringat padanya bahkan saya berimajinasi kalau dia yang menyanyikan. Menurut saya, syair ini cocok sekali dengan dia dan bahkan saya tidak punya alasan yang logis dan akurat kenapa lagu ini membawa pikiran saya pada teman penyayang saya ini.
Temani… temani aku…
Bila nanti kau milikku
Bila nanti aku milikmu
Mencintaimu kurasakan begitu indah
Kasih sayang mu kurasakan sungguh sempurna
Ku bahagia bila ragamu disampingku
Ku merasa bila tanganmu memeluku
Temani… temani aku
Menyayangimu kulakukan setulus hati
Mengagum imu membuatmu merasa tenang
Ku bahagia bila ragamu disampingku
Ku merasa tenang bila tanganmu memelukmu
Bila nanti kau milikku
Temani aku saat aku menangis
Bila nanti aku milikmu
Temani aku hingga tutup usiaku
Hanya begitu syairnya, diulang-ulang sepanjang lagu. Sederhana dan tulus. Itulah teman saya, yank. Yang setelah ditolak mantannya tidak pernah jatuh cinta lagi. Cinta matinya sudah menyerah padanya. Saya tidak tahu bagaimana nanti kisahnya. Dia tidak mungkin baca blog saya tapi saya tetap akan bilang "I LOVE YOU, YANK".
Kami sama-sama sedang mengerjakan Tugas akhir, berbeda saya yang terserang syndrome males, dia lebih bersemangat. Paling tidak dia mengingatkan Wendy untuk segera menyelesaikan laporannya, memantau kirun sampai mana. Dan menelepon saya untuk menanyakan "sudah bimbingan belum?". Saya akan bilang "belum", dia akan membantai saya "males banget tho koe!!!" tidak terhitung berapa kali dia bertanya dan mengatakan kalimat bantaian tersebut.
Saat kami berdua diperpus kampus kami mengobrol dan sedikit memancingnya bicara asmara.
N : Pacarmu sekarang siapa yank?
Yank : Ga punya. Ga mau nikah muda aku.
N : Eh tiiiit(sensor) jomblo lho!
Yank : Penulis Naskah Malaikat (aku maksudnya) juga jomblo kok
N : (hmmm ini dia yang termasuk sifat yank : pintar membuat kita tersipu)…………!!!!
Parfimm I diselenggarakan tanpa dukungan penuh (baca : dana) dari kampus. Saya yang waktu itu menjadi anggota tim kreatif diberi PR bagaimana menghidupkan acara tersebut. Berbekal pengalaman menjadi panitia “MMTC goes to city” kami menyusun acara Parfimm I.
Rencana awal, kami belum mendapat kabar bahwa pihak kampus hanya memberikan dana sekian alias minim. Jadilah kita bertiga, tim kreatif yaitu saya, Pradit dan Tuti merencanakan acara yang menyerupai OSCAR atau Grammy versi lokal tentunya. Ada red karpet, tanda tangan, foto tim perkomunitas dengan backdrop FFM, musik dan mengundang anak teater dari UIN. Teater menurut kami waktu itu adalah hal yang dekat dengan film. Dan teater UIN yang pernah kami undang pada “MMTC goes to city” menunjukkan kesan yang mendalam hingga saat ini. Kami ingin bekerja sama dengan mereka lagi tapi kali ini membuat seperti epic movie film-film yang didaftarkan acara ini. Baru kami mengusulkannya, kami sudah dapat kritikan yang intinya “apa penonton bakal menangkap maksud dari epic movie tsb karena baru menyaksikan film sekali yaitu pada saat screening?”.
Apalah mau dikata, kelihatannya memang yang kami rencanakan tidak berjalan lancar. Kabar tentang dana pun datang. Tidak ada sesi foto karena tidak ada dana untu memesan backdrop bertuliskan FFM. Tidak ada teater. Tidak ada papan tanda tangan. Kita punya karpet merah tetapi lucu kalau konsep ini saja yang terealisasi, red karpet pun kami coret.
Konsep acara mesti diubah menyesuaikan dana. Kami tetap mengundang Sukastik untuk menghibur. Rasanya waktu itu kreativitas kami diuji. Kami anak bau kencur, ini masalah yang berat waktu itu. Diskusi dan diskusi. Kami berencana memanggil Gundhi Aditya (anggota kondo alit2) untuk menjadi pembawa acara. Thanks berat, Gun. Sekalian promosi “Gundhi adalah pembawa acara terlucu dan terbaik yang pernah saya temui”. Dan menduetkannya dengan Mumu “Muklis Sandhi” adalah hal yang tepat.
Malam sebelum acara (H-1) kami menelepon Gundhi dan malam itu juga ia datang. Gedung C adalah saksi pertemuan kita berlima. Kami mengobrolkan acara besuk bakal seperti apa. Banyak banyolan yang kita rencanakan. Seperti parodi Aisyah dan Fahri. Gundhi menjadi Aisyah dan Mumu menjadi Fahri. Aku nggak akan pernah lupa bagaimana penonton tertawa. Konsep epic movie terwakili oleh kedua pembawa acara kami.
Lelucon yang nggak pernah aku lupakan dan kadang kami masih tertawa membahasnya. Ditengah perbincangan Mumu dan Gundhi diatas panggung Auditorium MMTC, tiba-tiba Gundhi menarik Mumu “mending kalau bicara jangan disini” Mumu bingung “Lho kenapa?!!” Gundhi menunjuk atas kea rah burung garuda “Ndak di teleki (ntar kena kotoran)”. Sebagian orang menganggap hal tersebut menistakan garuda lambang bangsa. Tetapi tak ada yang keberatan karena toh semua tertawa. Aku yakin malam itu semua sakit perut kerena ketawa.
Begitulah Parfimm I yang sederhana.
Terselenggarakannya Parfimm II adalah berita gembira bagi saya (dan mgkn teman-teman panitia Parfimm I) karena susahnya birokrasi kampus. Tetapi sangat disayangkan karena dalam kaca mata saya yang cuma duduk di bangku penonton (baca bukan panitia lagi) acara ini kurang hidup. Padahal dalam segi pendanaan, acara kali ini bisa dikatakan lebih kaya. Satu pelajaran bagi saya “uang bukan segalanya”
Parfimm II terasa hambar di hati saya. Padahal kali ini bukan hanya lingkup mahasiswa MMTC tetapi lingkup pulau jawa. 71 film yang masuk disaring menjadi 20 besar. Banyak komunitas yang datang pada acara awarding. Tetapi sayang, konsep acara sangat konvensional. Ingin mengusung tema budaya tradisional dengan tarian dan setting panggung yang sedemikian rupa. Saya tidak melihat usaha untuk membuat acara menjadi istimewa. Kurang matang dan belum siap. Bahkan Salman Aristo dibiarkan hanya duduk di bangku penonton. Pembawa acara gagal membuat hidup acara. Padahal konsep yang dulu kami inginkan semuanya ada. Papan tanda tangan, pengisi acara, dan kemegahan lainnya yang tidak bisa kita dapatkan di Parfimm I.
Saya tidak mengharapkan Parfimm II hanya mengandalkan pembawa acara tetapi saya mengharapkan inovasi baru dari suatu konsep acara. Maaf kalau saya sebagai penonton terlalu bawel atau apalah namanya.