Saya BirWyneRokokDugem

by - March 24, 2010

Membuat teman-teman iri tidak terasa sudah menjadi hobbi saya. Hahahaa (jujur saya menikmatinya)

Saya heran dengan banyak temen cewek di kelas saya selama kuliah. Serba nggak boleh dan banyak larangan. Mungkin dikiranya saya membual ketika bercerita saya dan ayah bisa minum bir bersama. Kebanyakan anak cewek dilarang berdekatan dengan minuman macam ini. Akibatnya banyak yang minum di depan saya tetapi dibelakang ayah mereka. Atau minimal mereka bilang kalau pingin banget nyoba tapi takut. Saya sih cuma bilang kalau mau coba aja tapi kalau takut mending nggak usah. Kasian saya pada rasa penasaran mereka.

Bagi saya bir itu mengenyangkan. Selama ini saya tidak pernah menghabiskan satu kaleng bir. Selalu saya nikmati bersama ayah dan atau keluarga atau bersama teman-teman (kuliah). Keroyokan.

Pernah suatu kali teman kuliah saya membawa wyne ke kampus. Saya menjadi satu-satunya teman cewek yang ditawari mencoba. Beberapa teguk wyne sudah membuat saya jatuh cinta. Rasanya jauh lebih enak daripada bir. Toh tidak membuat saya rakus. Saya tahu kemampuan saya mengonsumsi minuman semacam ini. Saya berhenti sebelum minuman ini bereaksi pada tubuh saya. Saya tidak pernah bertemu wyne lagi setelah kejadian itu dan saya tidak mencarinya. Saya ceritakan pengalaman ini pada ayah. Tetapi ayah malah lebih tertarik dengan Vodka di mix (Mix and Max maksudnya Ayah). Ia menyuruh saya membelikannya kapan-kapan. Tetapi sampai sekarang belum saya belikan.

Teman-teman akhirnya percaya bahwa saya tidak membual. Saat produksi film di rumah saya, ayah semeja dengan teman-teman saya menikmati ciu dari Solo. Bahkan ibu ikut juga penasaran dan mencicipi, tetapi ciu tidak akan cocok dengan penikmat Fanta seperti ibu. Adek saya cukup mencium baunya sudah menjauh. Dan saya setelah mencobanya, memutuskan bahwa ciu tidak enak.

Satu lagi, masalah dunia gemerlap. Saya belum pernah dugem. Pernah dulu waktu saya baru saja memiliki KTP, saya mengajak ayah dugem. Masuk neraka kok bayar, katanya. Malah menyuruh saya dugem sama temen aja. Akhirnya saya tidak pernah dugem karena tidak ada sahabat saya di SMA yang bisa diajak dugem. Suatu kali kami bekerja sama dengan seorang desainer untuk tugas simulasi televisi. Kebetulan untuk melihat rancangan busananya, ia mengadakan fashion show di CAESAR. Kami berencana untuk datang.

Siangnya saya sempat bertemu orang tua saya dan pamit untuk dugem ntar malem. Dengan nada pamer saya bilang" Aku mau dugem lho!". Si polos ibu saya bertanya" Dugem itu apa?" Saya jawab aja. Lampu yang muter-muter lalu saya mengangkat telunjuk saya terus geleng-geleng. Ibu saya paham tapi tidak ada tanda pelarangan. Yess! Saya dugem dengan restu. Berbanding terbalik dengan kedua teman saya. Yang satu sampai di telepon waktu kami di kampus. Masih terjadi tawar-menawar. "nanda jadi ikut kok. Cuma kaya café-café gitu, kita nggak minum paling fanta atau pepsi." Hasilnya nihil. Nggak dapet ijin. Yang satu bilang mau liputan buat tugas sama ibunya. Ngakunya besuk pagi aja, katanya. Cerdasss!!!

Kita berlima, tiga cowok dan dua cewek. Sampai pukul 22.00 padahal fashion show baru mulai pukul 00.00. Bengong deh kita disana sambil liatin kelakuan anak dugem. Belum banyak yang datang, untung ada band performent. Pas tengah malem ternyata mereka semakin mengila. Ada yang joget heboh sendirian sambil megang tumpukan speaker. Waktu saya pingin pipis di kamar mandi banyak yang muntah. Walaupun suara doing, nggak liat orangnya. Yang lucu lagi ada dua cewek di wastafel. Yang satu muntah yang satu sibuk benerin rambut. Mereka terlibat saling pamer. "Gila!! Loe nggak liat gw habis teqilla berapa sloki!". Cewek satunya jawab" Gw juga tapi segitu sih nggak bisa biking gw muntah!" Ada lagi, cewek teler sampai dibopong dua cowok ke kamar mandi. Saya dan teman saya saling pandang. Intinya ini dunia bukan kita banget.

Cerita terakhir. Adalah ketika saya ketahuan merokok. Belum lama ini, ibu saya memergoki ada sebungkus rokok di kamar saya. "kamu ngerokok ya mbak?". Rokok di kamar saya itu milik teman yang saya curi waktu saya mangkel, anyel plus dongkol. Inginnya dia terus kelabakan nggak bisa ngerokok. Eh malah dia beli rokok lagi. Akhirnya saya enggan mengembalikan dan saya bawa pulang ke kost." Enggak!" jawab saya bohong. Tetapi entah karena saya anaknya atau memang saya tidak pandai berbohong, "halaaah ngaku aja. Kamu ngerokok kan mbak?". Iseng saya memang menghisap beberapa batang. Saya mengaku "memang kenapa kalau ngerokok? Bapak juga ngerokok." Diluar dugaan ibu saya cuma bilang gini "ntar bibirnya item lho mbak kaya bapak!". Hahahaa

Sebelumnya itu, ibu saya melihat ada beberapa teman cewek yang merokok waktu produksi di rumah saya. Beberapa pertanyaan sempat diajukan kepada saya. Yang ngerokok itu namanya siapa? Blabla… diakhiri dengan "kamu nggak ngerokok?". Saya merasa bukan perokok jadi saya jawab enggak. Dulu teman ibu juga banyak yang merokok tapi ibu nggak pengaruh, katanya. Tetapi dari semua kejadian tentang perokokan ini saya menyimpulkan. Kalau anak merokok, ibunya harus tahu. Hehehee

Sayangnya nggak semua ibu kaya ibu saya, ayah seperti ayah saya dan anak tidak seperti saya. Enak kali ya kalau anak bisa memilih jalan mana yang dipilih tanpa ada larangan. Saya pernah minum bir, vodka dan wyne tetapi tidak lantas membuat saya menjadi seorang pemabuk. Saya memilih untuk tidak menjadi pemabuk tanpa rasa penasaran. Saya tahu dugem itu dunia seperti apa jadi saya milih untuk tidak menjadi anak dugem. Saya bukan perokok walaupun saya tahu rasa rokok. Pilihan ini dengan sadar sekali saya pilih.

You May Also Like

0 comments

saran, kritik dan masukan sangat dibutuhkan.