• Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Download
facebook twitter instagram linkedin

nanda pangesti

Kabar mengejutkandari jejaring kampus. Teman saya Annisa mendapatkan peran di film sutradara kondang Garin Nugroho. Kabarnya Garin tertarik dengan wajah ayu jawa yang dimilikinya. Sewaktu dia datang mendatarkan diri sebagai pemain, Garin langsung nyuruh anak buahnya mengambil fotonya dari berbagai angle. Dan memang darimana pun dia kelihatan ayu. Tapi karena saya cewek kalau ditanya "cantik ya (annisa)?" biasa aja. Ya karena saya normal. Tapi bener kata Garin, wajahnya cantik indonesia. Saya punya fotonya yang diambil ketika memproduksi karya tugas akhir saya di tahun 2010 lalu. Dan ada dua kebetulan dalam foto di atas ini. pertama dia memakai baju adek saya karena dia nggak bawa banyak baju pas shooting. Kedua, ada saya yang kayaknya merusak pemandangan deh. hehehe nggak penting.

Akting Annisa sebagai Mariyem memuaskan.Ia bakal menjadi bintang besar, masih muda, tingkat konsentrasi dan disiplin kerja yang tingg. Hal ini jarang ditemui di industri film saat ini. Ini semua bukan kata saya tapi kata mas Garin sendiri disini

Padahal awal saya tahu kabar ini saya sedikit khawatir. Nisa bisa menaklukan perannya nggak ya? Soalnya, di kampus meskipun pernah menjadi talent juga tapi saya lebih banyak memanfaatkan adek kelas saya ini sebagai kru di balik layar. Di foto itu dia astrada.Dan dia pernah beberapa kali menyutradarai film pendek yang dibuat bersama teman-temannya. Tapi terbukti kekhawatiran saya tidak terjadi setelah membaca artikel tersebut.Yang jelas aktingnya emang sudah terlihat sejak dulu. Ketika teman-teman mempercayakan sebuah peran dia menjalaninya dengan baik.

Saya nulis ini bukti kegirangan saya aja karena ini prestasi yang membanggakan sepanjang sejarah anak-anak MMTC. Dan wujud perhatian saya sama Nisa. Selamat Nis...semoga kamu bisa jadi artis bukan selebritis seperti yang kamu harapkan.

Dan harapan saya kita bisa bekerja sama lagi. Karena kalau kerja bareng anak MMTC rasanya sesuatu hahaha.. Satu foto lagi deh, waktu kita bercamping ria di Ngelanggeran Wonosari.

Inilah wajah Indonesia Jawa yang Garin cari selama ini. Seorang mahasiswa penyiaran Radio dan Televisi tingkat akhir yang sedang proses merampungkan Tugas Akhirnya...

XOXO Nanda
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Ada banyak pertanyaan yang muncul. Karena tak kunjung mendapat jawaban karena bingung mau bertanya pada siapa, maka pagi buta ini saya akan menjawab sendiri pertanyaan saya. Ini dia!

1. Apa yang akhir-akhir ini membuat kamu kecewa?
 Ada. Mungkin tidak tepat kalau disebut kecewa, hanya saja sedikit menyesak di dada. Adalah teman-teman saya yang menurut saya melupakan impiannya. Kebetulan mimpi itu dulu sama dengan mimpi saya. Sekarang impian saya masih sama. Yang berbeda adalah realita bahwa dulu saya membayangkan banyak teman seperjuangan. Pada kenyataannya saya sekarang sendirian. Ini sedih kali ya.
2. Apa yang sekarang kamu impikan?
Masih sama kok. Hanya saja, dulu cuma mimpi saja mudah. Sekarang menjalaninya dalam proses mewujudkannya yang susah. Namun saya masih bertahan karena dua bulan terakhir ini saya melakoni perjalanan yang berat. Apakah saya berhasil? Itu belum pasti. Saya tidak mau takabur juga.
3. Emang apasih yang kamu impikan?
Banyak. Ini kali ya masalahnya. Satu-satu lah saya rumuskan. Karir-ada dua sisi mata uang yang ingin saya capai disini. Uang dulu deh yang jadi prioritas utama, baru kemudian karir dalam arti non-profit tapi lebih kepada sesuatu yang idealis. Uang buat mengejar status mandiri dan sukses menjadi perantauan di ibu kota negara ini. Sama buat naikin haji ibunda tercinta. Idealis itu buat mengabdikan keahlian saya salah satunya memberikan tayangan yang berguna bagi masyarakat Indonesia. Begitu. Dan kesemuanya masih sangat jauh, sekarang saja saya sudah ngos-ngosan dan hampir pingsan rasanya. Andai saja teman-teman saya juga konsisten pada mimpi bersama, pasti saya lebih mudah meraihnya.
4. Nikah? Gimana nikah?
Iya itu, nggak tau kenapa topik ini kayaknya jadi trending topik di kehidupan saya akhir-akhir ini. Nggak. Saya ngejar mimpi saya saja dulu dan nikah itu belum ada bayangan sama sekali. Yang saya lihat menikah akan memperlambat pengejaran mimpi yang telah saya rencanakan. Jadi nggak dulu deh ya... Kalau saya bilang hal seperti ini pasti akan menimbulkan protes. Menikah di usia 25 th ke bawah itu namanya nikah muda. 27 th ke bawah itu lumayanlah. Yang paling pas nikah diumur 29 th. Pemikiran ini tidak banyak yang menerima. Ya sutralah saya juga nggak maksa.Untuk traveling saya ingin jalan-jalan mengelilingi dunia dan Indonesia. Hal kecil seperti punya perpustakaan pribadi juga menjadi impian saya.

Itu aja kali ya panjang kalau semua saya share disini. Next episode deh. Selain itu ada yang saya sadari. Apa itu?
1. Saya selama beberapa bulan hidup di Jakarta, jauh dari belaian orang tua mebuat saya menyadari sesuatu. Saya telah melakukan pencitraan selama hidup. Pencitraan sebagai anak yang mandiri, selalu ingin mandiri. Sedangkan yang terjadi adalah kalau saya sakit saya memiliki suatu penyakit yaitu saya akan memberi tahu ibu atau bapak, lebih sering ibu sih, kalau saya sakit. Tujuannya adalah supaya mereka khawatir. Parah banget kan? Saya anak yang mengaku akan menjadi anak yang mandiri gemar membuat orang tua khawatir. Tapi ini kesalahan mereka juga dalam mendidik anak. Soalnya dari dulu kalau saya sakit maka artinya saya menjadi princess di rumah. Nggak boleh dimarahin, nggak disuruh-suruh, mau apa aja diusahain. Jadi kebawa sampai sekarang. Saya janji deh. nggak akan ngaku lagi sebagai anak mandiri. Suer!
2. Karena saya ternyata anak manja maka saya terima status saya yang belum dewasa. Kalau dulu saya mencak-mencak dibilang nggak dewasa. Sekarang kebalikannya. Saya nggak mau ah jadi dewasa karena kelakuan saya memang tidak dewasa. Memang kenapa kalau belum dewasa. Entah kenapa dulu saya mengejar lebel dewasa ya. Yang jelas sudah tidak lagi. Ada yang bilang "Saya tidak ingin menjadi dewasa. Hanya berpura-pura dewasa." Menjaga sikap kekanakan kita akan sangat menyenangkan.



Sudah itu saja! Judulnya sama aja ya dengan post pertama saya di bulan Desember tahun 2008. Sekian
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Mungkin ketemu temen baru adalah hal yang biasa. Namun temen yang satu ini spesial. Kita sama-sama punya blog, dan blognya dia itu keren banget. Kamu pakai blog yang berbayar dong kata dia. Jangan salah, nggak semua sahabat saya punya blog. Jarang deh. Trus kita juga sama penggila teh dan tentu saja dirinya lebih gila (terhadap teh-red). Sayangnya dia nggak terlalu suka kopi.
Mungkin bertemu dengan dia adalah suatu cobaan bagi saya yang suka sekali dengan nama yang diberikan oleh orang tua saya. Nanda, bagus kan? Wateva! Menurut saya bagus. Namun setelah saya bertemu dengan teman yang satu ini, dia suka bermain kata. Seperti kata janda menjadi jendes memang kata tersebut sering diucapkan kaum "melambay". Walhasil nama saya yang indah nan magis itu diplintir jadi NENDES!! Diamini oleh semuanya. Kini, sekelompok orang memanggil saya Nendes. Hadeh!
Nih blog keren doski ----> www.rumahmemez.com

Oia dia juga bilang kalau cerita hal yang simple aja.

Sekian
XOXO Nanda



Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Satu moment memilukan sampai saat ini ketika saya bersama dengan pilar. Adalah di suatu kali saya disuruh menjaga pilar. Nanny yang biasa selalu ada di sampingnya belum pulang dari libur lebaran. Walhasil berduaan kita mesra dari pagi sampai siang. Katanya, Oom saya, ayahnya pilar akan pulang jam duabelas. Setelah itu saya ada janji lain yang harus saya tepati. Namun yang  ditunggu-tunggu belum datang. Saya panik. Bahkan sudah jam satu lebih, telepon sudah berdering menanyakan posisi saya.
Oom akhirnya menelepon kalau mau pergi pilar dititipin tetangga. Saya ajak dia ke kamar saya, awalnya sih dengan wajah lugunya ia senang main-main di kabar saya. Raut mukanya berubah ketika melihat saya berganti pakaian. Ia tampak serius memandang saya. Saya pun menatapnya dan berfikir "apa yang dipikirkan ini anak?". Dengan ayah bundanya dia tidak pernah kelayu. Saya menyimpulkan bahwa anak ini belum mengerti dan selama ada teman di sampingnya tak apa orang pergi.
Akhirnya mulut terbuka "Mbak Nanda mau kemana?" katanya. Aduh! batin saya. Bagaimana cara menjelaskannya agar dia mengerti bahwa saya harus pergi tanpa dirinya. "Mbak mau pergi." Lalu saya gendhong keluar ke rumah tetangga. Ketika menuruni tangga dia bilang. "Dedek icut mbak nanda yak?" Nah,loh! Pingin banget ajak kamu sayang tapi ini jauh dan naik angkot begitu kata saya dalam hati. Tidak ada kata yeng keluar dari bibir saya yang bisa saya gunakan untuk menjawab pertanyaannya. Dia mengulang. "Yak?" dan lagi "Dedek icut mbak nanda yak?"
Saya pun membisu sampai depan pagar rumah tetangga. Ibu empunya rumah ini pernah jadi Nannynya barang sebentar saat Nannynya yang sekarang sakit. "Dedek main disini aja ya. Mbak pergi dulu" Dia mengangguk bersandar di tembok rumah tetangga itu. Wajahnya detik itu tidak akan pernah saya lupa. Innocent namun ada kesedihan yang tertutupi rasa pengertian. Tidak akan saya lupa. Sepanjang perjalanan saya hampir menangis...
Saya sangat mencintai kamu, Pilar yang selalu menyebut namanya sendiri dedek..



xoxo Nanda


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Beberapa waktu lalu saya meng-tweet yang terprovokasi rasa gerah melihat teman2 seperjuangan mengelu dan mengeluh. Pekerjaan ini nggak cocok, tidak sesuai, bukan passion lah. "SAYA TIDAK AKAN HENGKANG SEBELUM SAYA TAKLUKAN" begitu kira2 tweet saya.

Sebelum hati itu, saya memang menerima sebuah pekerjaan dalam jangka waktu yang lama. Sudah menyadari bahwa hal ini tidak mudah untuk saya selesaikan. Namun, semangat saya yang menggelora membuat saya yakin bahwa ini tantangan.
Tiba masanya bagi saya, mengalami cobaan terbesar saya merampungkan pekerjaan saya. Runtuh keyakinan saya. Seperti api yang disiram air, semangat saya tinggal asap.
Mungkin ini teguran, nanda jangan sombong. Jangan sesumbar. Hadapi ini lalu kita lihat apakah kamu masih bisa seangkuh hari itu.

Tuhan terimakasih untuk pelajaranmu kali ini,

xoxo Nanda
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Menolong sejatinya adalah mulia. Tapi ketika saya melihat seseorang yang sepertinya ingin ditolong, saya terlalu banyak berpikir. Mata saya mengirim gambar ke otak dan otak mengolahnya menjadi rasa iba. Ketika sadar apa tindakan yang ingin kita lakukan untuk orang lain, moment itu sudah terlewat. Dengan cepat rasa iba itu menyesak di hati saya. Saya menderita sekali. Dan menderita…menderita sekali…

Kemarin saya #menderita ketika naik kereta listrik. Kereta sudah penuh, saya ingin menunggu kereta berikutnya saja. Banyak penumpang  yang turun membuat masih ada ruang untuk saya. Hampir yang terakhir saya naik. Bahkan sudah berjalan pelan ketika kaki saya baru satu berada di gerbong. Belakang saya seorang kakek yang berambut putih, berpeci putih, berkemeja putih yang sudah sedikit pudar namun bersih. Saya langsung mendorong masuk agar tidak tertinggal. Meskipun kereta sangat pelan sehingga saya sukses menaikinya. Tapi tidak kakek tadi. Kakinya yang telah tua, tidak bisa bergerak cepat sehingga ia tidak berhasil naik. Ia berjalan mengejar gerbong. Kami bertemu pandang lama. Dia mengejar kereta hingga menyerah sambil tetap memandang saya. Tolong, bantu saya! Kata yang ingin disampaikan. Karena saya terlalu menderita memandangnya, saya tidak menolongnya. Betapa mencelos perut saya, demikian luka hati saya.  Berapa lama lagi ia harus menunggu kereta berikutnya. Apalagi setelah system ekomuter diberlakukan. Kereta ekonomi semakin langka. Apa yang beliau rasa? Kalah atau terlalu merasa tua. Tak sanggup lagi berkompetisi dengan dunia. Saya benar-benar menderita.

Kadang tidak bisa menolong orang lain membuat kita merasa sangat menderita. Banyak hal yang serupa berhasil membuat saya demikian. Pun saya tak sanggup menulisnya…
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Terlalu pagi kami, aku dan ayahku turun dari kereta yang sampai Jakarta lebih dulu dari matahari. Dengan kereta listrik disambung angkot ke tempat tujuan. Disinilah nanti saya akan bertemu Pilar, adik sepupu saya yang ketika saya ke Jakarta dia baru saja lahir. Dua tahun lebih dua bulan mungkin usia Pilar di ketemuan kedua kami. Ia baru beli bubur ayam, pagi-pagi sekitar pukul tujuh. Memakai kemeja kotak-kotak biru seperti orang dewasa. Tapi dia terkesan pendek padahal tingginya juga sama dengan sebayanya. Mungkin badannya yang kekar, tidak langsing sehingga menimbulkan efek yang pendek. Dia menjabat dan mencium tanganku. Aduh, pintarnya! Pikirku saat itu. Dia langsung menarikku. Dengan lidahnya yang bergerak sederhana. “Ayok mbak pulang!” katanya sambil menarik tanganku.

Pilar sangat tampan ketika tersenyum. Dia juga sangat mudah untuk dicintai. Terutama ayahku yang dia panggil “Om Pakdhe”. Dia punya standart sendiri untuk memanggil orang lain. Standart dia untuk ayahku adalah “Om” tapi disuruh panggil “pakdhe” karena silsilah keluarga. Jadinya Om Pakdhe! Jika ayahku datang bakalan Pilar berusaha selalu disampingnya. Atau menyeret ayahku kemana pun dia mau.

Pilar suka nyanyi dan joget padahal belum fasih bicara. Dan seharusnya dia belum bisa bicara tapi dia sudah bisa merangkai tiga kata. Tapi sekarang dia sudah sangat cerewet ngajak ngobrol walaupun kalau kita kesulitan mengerti maksudnya dia akan marah. Nyanyi dan jogetnya sangat atraktif. Briptu Norman menirukan Sahrukh Khan dan Pilar sukses meniru Briptu Norman. Chaiya chaiya chaiya. Sambil mengoyangkan tangan yang mengepal. Dan ketika “Oooooooo!” dia akan teriak tanpa speech control, beberapa oktaf diatas nada seharusnya.

That's my little bro, Pilar! I think he is real entertainer. Don't be afraid. Be whatever you want.  Love you!

xoxo
nanda
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aksi mereka di lapangan adalah bukan film. Jika saja mereka adalah tim sepak bola yang dibangun untuk kebutuhan cerita pastilah mereka memenangkan piala AFF
. Atau mereka kalah lalu tampil memukau saat penyisihan piala dunia. Masa lalunya adalah flash back kejayaan mereka saat Timnas sepat disegani. Dengan kualitas gambar sedikit sephia. Kisruh PSSI adalah bumbu cerita politik semata. Kemudian cerita selesai dengan gemilang. Membangkitkan lagi harapan-harapan bangsa. Pada kenyataannya, Timnas kalah “melulu”. Mungkin ini merupakan scenario besar Tuhan. Lebih panjang dari film bahkan cerita seri (seperti sinetron misalnya). Kita hanya bagian kecil saja. Padahal siapa yang mau hanya menjadi “extras” dalam cerita. Kita tidak punya kesabaran untuk itu. Tapi bagaimana pun kita harus menunggu. Bahwa cerita kehidupan ini tidak akan usai (kecuali kiamat – tapi saya tidak bicara itu). Bahkan jika seseorang mati, hanya cerita dia yang usai. Ini bukan lagi bagaimana mengakhiri cerita. Ini bagaimana kamu dan atau aku saling menginspirasi bahwa diri kita adalah lebih dari yang kita pikirkan. Bahwa Timnas akan lebih besar dari apa yang bisa kita bayangkan. Meskipun kita tidak bermain di lapangan,tapi kita tetap menjadi anggota Timnas lebih dari lambang garuda di dada kita. Salam satu Negara, satu Timnas Nanda Terinspirasi film Invictus tentang Nelson Mandela, orang yang percaya olahraga dapat menyatukan suatu bangsa.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Aku bilang baik-baik saja tapi sebenarnya aku tidak dalam keadaan yang baik. Tapi saya mencoba menenangkan diri sendiri. All is well! Disaat semua kawan mulai berguguran dan menjadi istri/suami, atau hanya menjalin hubungan asmara yang lebih serius. Bagaikan titik hujan lebat yang menampar-nampar pipi kita. Tak ada luka tapi sakit dan membuat kita sangat tidak tahan lalu berteduh. Namun saya tidak ingin berteduh. Begitu juga seharusnya saya bersikap terhadap peristiwa-peristiwa romantic yang dilalui pasangan di sekitar. Saya tidak ingin turut hanyut.

Kesendirian berteman dengan kesepian. Orang yang memiliki mimpi itu orang yang kesepian. Apalagi memutuskan untuk selalu mengejarnya, itu sama saja berlari. Dan saat kita berlari adakah yang akan menemani kita? Saat ada yang menemani apakah kita masih focus pada apa yang kita kejar? Dan lagi berlari itu melelahkan, menguras tenaga. Saya juga rapuh,saya juga perempuan. Hanya saja untuk menjadi tidak kesepian banyak yang harus saya tinggalkan. Hanya saja memiliki tempat bersandar mengakibatkan komitmen yang belum ingin saya jalani.

Baiklah, katakan saja saya kesepian. Terserah! Tapi saya pemimpi…

XOXO NANDA!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Kita pernah berteman, berkencan,
Hingga kita memilih kembali berteman
Kita adalah teman yang tak mau berbagi kesedihan
Dengan hidup yang penuh kepedihan
Bagaimana kita bisa bertahan?

Apa kau baik-baik saja?
Mungkin terlalu lama kita menjalaninya
Keengganan untuk saling menyapa
Namun kita ada dalam setiap doa

Air mata selalu membuat ku malu
Tapi kau datang di setiap tempat ku menutup pilu
Karena kau mencariku bukan air mataku
Dan kau berhenti datang untukku
Apa kau juga terluka saat dunia
tak seindah yang kita duga

Dimana pun kamu sekarang
Jika kau merasa tak sanggup lagi
Ingatlah satu hal
Aku menunggumu di titik tertentu
Saat itu kau sudah melewati hal tersulit
Dan kita baik-baik saja

Kapan pun kau seperti layang-layang
Dengan kaleng senar yang ditinggalkan karena bosan
Yakinlah akan ada angin
Membawamu pada titik tertentu
Untuk kita bertemu

P.S. Damn, I miss you...
Nanda

*gambar diatas saya dapat dari googling dengan cara percaya pada "jatuh cinta pada pandangan pertama"
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Harusnya saya yang jadi tuan rumah ternyata tamu sudah punya kuliner map jadi tinggal anter aja. Di lantai atas pasar Bringharjo ada sate "yummy". Sebagai orang Jogja gak kepikiran makan disana.

itu bukan gosong emang request agak kering, ini sate tanpa tusuknya :)
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Senangnya bisa ke Bali lagi (ini kedua kalinya) meskipun dalam rangka perjalanan bisnis. Dan kita hanya sempat ke Kuta Beach menikmati sunset. Itupun alasannya mengambil gambar sunset yg mgkn bs jadi stock gambar ;p
Next kayaknya harus backpacker-an ke Bali. Udah dapet rute ala low cost dari kaskus dan udah ada temen juga. Bisa nebeng tidur dong :D
Sunset Kuta Beach

Ngurah Ray Airport (me and crew)
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Maaf, karena selama ini aku hanya sekali mengucapkan selamat ulang tahun padamu.
Apa kamu masih ingat, kapan tepatnya aku mengucapkannya?
Aku mengira tidak pernah melakukannya, mengucapkan selamat di hari kelahiranmu.
Tapi malam ini sebelum aku memejamkan mata, kenangan itu tiba menghampiri.
Seperti potongan adegan, seperti mimpi. Kesannya tidak nyata.
Aku yakin itu pernah terjadi. Meskipun ingatanku tidak detail.
Waktu itu adikmu bilang kalau “hari itu” kau ulang tahun.
Bukan, sepertinya aku yang bertanya. Dan hari itu juga aku tahu nama aslimu.
Teman kecil, aku mengingat namamu dengan baik.
Aku tidak ingat tanggal tepatnya “hari itu”.
Hal ini sangat membuatku sedih, andai aku bisa mengingatnya.
Sempurnanya kenanganku akan kamu.
Teman kecil,kau dimana? Apa kau bahagia?
Rasanya aku ingin mengingat hari ulang tahunmu.
Agar setiap tahun pada harimu, aku akan mengucapkannya.
“Selamat Ulang Tahun, Teman.”
Sama seperti Deasy dalam “a Curios Case of Benjamin Button”
Setiap malam tak masalah siapa laki-laki di sampingnya.
Ia mengucapkan “Good night, Benjamin!”
Tapi sekali saja aku sudah bersyukur,setidaknya untuk kenangan yang mala mini datang.
Setiap fragmen aku syukuri. Namamu, jabat tangan kita dan hari itu.


XOXO
Nanda
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ini kali pertama saya hanya dengan Ayah ke suatu tempat yang jauh.

“Kalau kita beramal, maka rejeki kita juga akan bertambah lho mbak!” kata Ayah setelah menanyakan apakah saya punya receh. Saya memang ada receh tapi malas mencarinya. Lalu Ayah saya berkata seperti itu. Mungkin Ayah saya ingin memberikannya pada para pengamen yang baru saja menyanyi. Lagu yang indah, suara juga lumayan bahkan ada biola yang menurutku menambah sendu saja. Mereka tentu saja masih muda.

Ada hal yang saya pahami baru-baru ini, setelah saya membaca blog milik gadis cerdas asal jogja. Umurnya lebih muda tapi dia berhasil menginspirasi saya. Pemahaman itu tentang bagaimana kita “beramal”. Saya enggan memberikan receh saya kepada pengamen. Saya memilih untuk menggunakan cara lain. Yaitu dengan tidak menawar pedagang. Contoh: di kereta yang saya tumpangi. Banyak pedangang, mereka berjalan, mondar-mandir dengan barang dagangan dipundaknya. Itu berat, bisa dilihat dari keringatnya. Kadang sengaja, saya naik kereta tanpa membawa bekal. Beli saja pada mereka. Bayar dengan harga yang mereka tawarkan. Membukakan rejeki pada mereka itu juga amal.

Memberikan pada yang mengucurkan keringat hingga baju basah.

Saya enggan memberikan receh saya pada pengamen. Karena saya punya skala prioritas. Pada siapa dan dengan cara bagaimana saya berbagi. Saya tidak lagi memberi receh pada pengemis. Dulu saya menyisihkan uang receh saya untuk saya berikan ketika bertemu pengemis. Hingga saya sadar, mereka bertambah banyak. Tanpa sadar saya telah membudayakan mengemis. Sekarang bagi saya pengemis itu adalah orang yang tidak mau bekerja apalagi berusaha. Berbeda dengan para pedagang itu.

Tentu saja saya masih member receh pada pengamen yang suara dan musiknya membuat saya terhibur. Saya juga memberi receh kepada pengemis yang cacat atau manula. Tapi ya itu tadi saya punya skala prioritas.

Tolong luangkan waktu untuk merenungkan hal ini.

With love,
Nanda
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

ratusan kali ke pantai glagah, maklum deket sama kampung halaman. tapi kali ini ngajak temen rame-rame membuat sensasi yg lain...
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

Dalam keikutsertaan saya di Jogja Netpac-Asian Film Festival, akan saya tulis satu saja. Pengalaman yang paling memberi kesan. Divisi Public Lecture tahun ini mengurus tiga diskusi dalam tiga hari. Hari ketiga mengangkat tema "Apa Kabar Pendidikan Seni Indonesia?" Tahun ini memang berbeda, Diskusi bersifat terbatas tapi tentu saja bersifat terbuka untuk umum. Kami mengusahakan mengundang orang yang sangat kompeten. Untuk membahas masalah pendidikan seni tentu saja orang yang terjun langsung di lapangan. Kami pun mengundang guru-guru SMA dimana undangan kami antar ke sekolah yang biasanya kami serahkan pada Satpam atau bagian Tata Usaha.

Ada lima sekolah yang kami anggap cukup mewakili masalah kelesuan pendidikan seni di Indonesia. Pukul 12.00 WIB kami menelepon setiap sekolah untuk mengingatkan untuk datang. Hasilnya nihil. Semua sekolah yang telah kami kirim undangan mengaku tidak ada atau tidak menerima undangan diskusi dari kami. Entah kemana undangan itu, saya pun heran karena sabagian undangan saya sendiri yang mengantar. Pun dengan berpesan "Tolong disampaikan kepada Bapak Kepala Sekolah, agar beliau memutuskan siapa yang berkompenten untuk datang mewakili pihak sekolah!".

Belum! Saya belum menyerah! Saya menelpon salah dua dari para sekolah tersebut. Saya harus bicara dengan Kepala Sekolah. Terimakasih buat sambutan hangat dari Bapak Adi Waluyo (Kepala Sekolah SMA Muh 1 Yogya) yang dengan cukup adil memberikan nomor telepon guru-guru kesenian. Membiarkan saya menelepon dan mengundang secara langsung. Serta membebaskan para guru tsb untuk datang atau tidak. Tetapi tidak semuanya bisa bersikap bijak. Saya kena seprot salah satu Kepala Sekolah karena sedikit memaksanya. Beliau tetap kekeh bahwa hari sedang libur sekolah ia tidak bisa menugaskan salah satu guru untuk datang diskusi.

Saya bertanya-tanya, bagaimana kiranya nasib undangan-undangan yang telah kami kirim. Pasti sangat kesepian dan sangat tidak berguna (halaaaah!). Saya jadi tidak penasaran nasib pendidikan seni di Indonesia. Dari permasalahan undangan itu saya yakin pendidikan kita pasti memprihatinkan.

Diskusi berjalan lancar walaupun sore itu hujan. Dihadiri Seno Gumira Ajidarma, Kepala Sekolah SMKI, Johan Salim, Dwi Marianto, dan guru SMA Muh 1 serta 15 peserta dan media.

Share
Tweet
Pin
Share
1 comments




terimakasih teman, dari kalian saya belajar..
alam itu indah dan murah
ayo berikutnya kemana nich??
XOXO Nanda
Share
Tweet
Pin
Share
No comments




"Kalau ada yang bilang Bromo meletus gara-gara kedatangan saya, harap jangan percaya!!!"
XOXO Nanda
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Hai. Namaku Nanda. Anaknya suka cerita lewat tulisan dan suka belajar tentang kehidupan. Terima kasih sudah mampir, ya!

Follow My Instagram

  • Instagram

recent posts

Sponsor

Blog Archive

  • ►  2019 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
  • ►  2018 (16)
    • ►  December (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (2)
    • ►  March (7)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (2)
  • ►  2013 (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2012 (5)
    • ►  June (2)
    • ►  February (3)
  • ▼  2011 (18)
    • ▼  November (5)
      • Annisa Hertami Kusumastuti
      • Apa Adanya Nanda, Nanda Apa Adanya! #2
      • Teman baru
      • pilar menyebut dirinya dedek
      • kena batu
    • ►  October (2)
      • Tangan
      • Pilar : firts and second meeting (#1)
    • ►  September (1)
      • Timnas : seperti cerita yang belum usai.
    • ►  August (2)
      • Sing(le)
      • Sendu Sedan Rindu Kawan
    • ►  July (2)
      • Kuliner Jogja di Bringharjo
      • Business trip to Bali
    • ►  May (2)
      • selamat ulang tahun bintangku
      • Bukan Bangsa Pengemis
    • ►  March (1)
      • santai di pantai
    • ►  January (3)
      • Sedikit catatan dari balik karpet diskusi JAFF #5
      • dieng 2 januari 2011
      • bromo di akhir september 2010
  • ►  2010 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  March (11)
    • ►  January (1)
  • ►  2009 (3)
    • ►  April (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2008 (1)
    • ►  December (1)

Subscribe To

Posts
Atom
Posts
All Comments
Atom
All Comments
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose